Selasa, 12 Februari 2013

Koloid



2.1               Sistem dispersi
            Sistem dispersi adalah suatu zat yang dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam zat lainnya. Zat yang didispersikan disebut zat terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.
1)     Suspensi
Suspensi merupakan sistem dispersi dimana partikel yang berukuran relatif besar tersebar merata di dalam medium pendispersinya. Contohnya adalah jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air ternyata tepung terigu tidak larut meskipun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi) karena adanya gaya gravitasi bumi. Cepat lambatnya suspensi mengendap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Suspensi bersifat heterogen, tidak kontinu, sehingga merupakan sistem dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan proses penyaringan (filtrasi).
2)     Larutan
Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan (diamati) antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi walaupun menggunakan mikroskopis dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskopis ultra). Tingkat ukuran partikel larutan adalah molekul dan ion-ion, sehingga larutan merupakan campuran yang homogen dan sukar dipisahkan dengan penyaringan dan alat sentrifuge. Semua partikelnya berdimensi kurang dari 1 nm. Larutan sangatlah stabil, sehingga merupakan sistem satu fase.
3)     Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Contohnya yaitu lem, jeli, dan santan. Nama koloid diberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861. Istilah itu berasal dari bahasa yunani, yaitu “kolla” dan “oid”. Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti. Dalam hal ini yang dikaitkan dengan lem adalah sifat difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem. Koloid mempunyai nilai difusi yang rendah karena partikelnya berukuran lebih besar daripada molekulnya, yaitu berukuran maksimal 1 mikrometer. Koloid secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra. [artikel dimensinya antara 1 nm sampai 100 nm. Pada umumnya relatif stabil dan heterogen sehingga mempunyai dua fase.
2.2              Jenis-Jenis Koloid
            Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersi tersebut. Koloid yang fase terdispersinya padat di sebut sol. Istilah sol biasanya digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol. Koloid yang fase terdispersinya cair disebut emulsi. Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas di kenal dengan aerosol. Koloid yang terdispersinya gas disebut buih. Campuran antara gas dengan gas selalu bersifat homogen, jadi merupakan larutan bukan koloid. Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair.
Berikut Beberapa Jenis Koloid.
Fase Terdispersi
Medium Pendispersi
Jenis (nama) koloid
Contoh
Padat
Padat
Sol padat
Mutiara, kaca warna
Cair
Padat
Emulsi padat
Keju, mentega
Gas
Padat
Busa padat
Batu apung, kerupuk
Padat
Cair
Sol, gel
Pati dalam air, cat, jeli
Cair
Cair
Emulsi
Susu, mayones, santan
Gas
Cair
Busa
Krim, pasta
Padat
Gas
Aerosol padat
Debu, asap
Cair
Gas
Aerosol cair
Awan, kabut

2.3              Sifat-sifat Koloid
            Sistem koloid mempunyai sifat khas, yang berbeda dengan sifat sistem dispersi lainnya. Beberapa sifat koloid yang khas yaitu sebagai berikut.
1>  Efek Tyndall
Peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel koloid disebut efek tyndall. Adanya efek tyndall dalam sistem koloid pertama kali diamati oleh ilmuwan Inggris bernama John Tyndall (1820-1833). John Tyndall berhasil menjelaskan mengapa langit berwarna biru. Menurut John Tyndall, langit berwarna biru disebabkan adanya penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid yang ada di udara.
Peristiwa efek tyndall tidak akan terjadi pada larutan sejati, mengingat partikel-partikelnya terlalu kecil. Sifat efek tyndall ini dapat dijadikan sebagai indikator suatu sistem dispersi koloid atau bukan. Semakin besar konsentrasi partikel koloid maka semakin besar pula intensitas cahayanya.
sahri_kolo2.jpg

2>  Gerak brown
Gerak partikel koloid dengan lintasan lurus dan arah yang aca disebut gerak brown. Gerak ini terjadi akibat adanya tumbukan partikel-partikel pendispersi terhadap partikel terdispersi, sehingga partikel terdispersi akan terlontar. Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lainnya dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar. Kejadian tersebut terulang secara terus menerus dan itu terjadi akibat ukuran partikel terdispersi yang relatif besar dibanding medium pendispersinya. Dengan begitu koloid relatif stabil meskipun ukurannya relatif besar.
brownmovement.gif

3>  Muatan Koloid
a.       Absorpsi
Sol Fe(OH)3 mampu mengadsorpsi ion-ion H+ sehingga sol Fe(OH)3 menjadi bermuatan positif. Sol As2S3 menjadi bermuatan negatif. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja disebut adsorpsi atau penyerapan sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut absorpsi.
adsorpsijk.gifadsorpsi.gif
koloid2 kim-1.jpgkoloid1 kim-1.jpg
b.       Elektroforesis
Peristiwa penggerakan partikel koloid dalam medan magnet disebut elektroforesis. Gerakan partikelnya dapat diamati pada sel elektroforesis. Proses elektroforesis berguna untuk menentuka jenis muatan koloid. Peristiwa elektroforesis ini dimanfaatkan dalam proses pemisahan potongan-potongan gen pada proses bioteknologi dan penyaringan debu pabrik pada crobong asap yang disebut pesawat Cottrel.
elektroforesis.jpg
c.       Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan atau karena elektroforesis.
Berikut beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
a.       Perebusan telur                               e. Penjernihan air sungai
b.       Pembuatan yoghurt                       f. Pembentukan delta
c.       Pembuata tahu                               g. Pengolahan asap atau debu
d.       Pembuatan lateks
Peristiwa kimia yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi, misalnya:
1.      Pencampuran koloid yeng berbeda muatan
2.      Adanya elektrolit
4>  Kestabilan koloid
Untuk menjaga kestabilan koloid dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1.      Menghilangkan muatan koloid
Proses penghilangan muatan koloid dilakukan dengan proses dialisis. Proses dialisis adalah menghilangkan muatan koloid dengan cara memasukkan koloid ke dalam membran semipermeabel. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput semipermeabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan partikel-partikel koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama. Salah satu pemanfaatan proses dialisis yang penting adalah alat pencuci darah (Haemodialisis).
2.      Penambahan stabilisator koloid
Penambahan suatu zat ke dalam suatu sistem koloid dapat meningkatkan kestabilan koloid, misalnya emulgator dan koloid pelindung.
Emulgator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu emulsi (koloid cair dalam cair atau cair daam padat) dengan tujuan untuk menjaga agar koloid tidak mudah terpisah.
Koloid pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam sistem koloid agar menjadi stabil.
2.4              Macam-macam Koloid
Berdasarkan interaksi antara partikel terdispersi dengan medium pendispersinya, sistem koloid dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Koloid liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium pendispersinya. Peristiwa ini disebabkan gaya tarik menarik antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi yang kuat.
2.      Koloid liofob adalh sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka menarik medium pendispersinya. Bila medium pendispersinya air koloid liofil disebut juga sebagai koloid hidrofil, sedangkan koloid liofob disebut sebagai koloid hidrofob. Pemanfaatan sifat hidrofob dan hidrofil terliat pada penggunaan detergen dalam proses pencucian pakaian.
Perbandingan Sifat Koloid Liofil dan Koloid Liofob
No
Sifat
Sol Liofil
Sol Liofob
1
Daya adsorpsi terhadap medium
Kuat, mudah mengadsorpsi mediumnya sehingga ukuran partikelnya dapat semakin besar
Tidak mengadsorpsi mediumnya
2
Efek Tyndall
Kurang jelas
Sangt jelas
3
Viskositas (kekentalan)
Lebih besar daripada mediumnya
Hampir sama dengan mediumnya
4
Koagulasi
Sukar terkoagulasi
Mudah terkoagulasi (kurang stabil)
5
Lain-lain
Bersifat reversibel (bila sudah terkoagulasi dapat dengan mudah dijadikan koloid lagi)
Irreversibel (bila sudah menggumpal sukar dikoloidkan kembali)
6
contoh
Sabun, detergen, agar-agar, kanji, gelatin
Sol logam, darah, sol Fe(OH)3

2.5              Pembuatan Koloid
1.      Cara dispersi adalah pembuatan partikel koloid dari partikelkasar (suspensi) menjadi partikel koloid.
a.       Mekanik (dispersi langsung)
Cara ini dilakukan dengan penggerusan atau penggilingan untuk zat padat, serta dengan pengadukan atau pengocokan untuk zat cair. Setelah diperoleh partikel yang kehalusannya sesuai koloid, lalu didispersikan ke dalam medium (pendispersinya0. Contoh pembuatan sol belerang.
b.       Peptisasi
Cara ini menggunakan zat kimia untuk mencegah partikel besar menjadi partikel koloid. Partikel kasar dipecah-pecah menjadi partikel koloid dengan penambahan suatu zat elektrolit. Contohnya adalah pencernaan makanan dengan enzim.
c.       Busur bredig
busurbredig.jpg
Cara busur bredig adalah pemecahan zat padatan logam menjadi partikel koloid dengan menggunakan arus listrik tegangan tinggi. Cara ini dilakukan dengan membuat logam yang hendak dibuat solnya menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam air, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujung kawat. Contohnya adalah pembuatan sol logam.
d.       Ultrasonik
Cara ini hampir sama dengan busur bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol logam. Kalau busur bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di atas 20.000 Hz. Contohnya adalah pembuatan sol logam.
2.      Cara kondensasi
Cara kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel koloid.
image017.jpg
a.       Reaksi redoks
Contoh : pembuatan sol belerang dari reaksi redoks gas H2S dengan larutan SO2.
Reaksi: 2H2S (g) + SO2 (aq) à 2H2O (l) + 3 S (koloid)
                                                                    Sol belerang
b.       Reaksi hidrolisis
Contoh: pembuatan sol Fe(OH)3 dengan penguraian garam FeCl3 menggunakan air mendidih.
Reaksi: FeCl3 (aq) + 3H2O (l) à Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl (aq)
c.       Reaksi dekomposisi rangkap
Contoh: pembuatan sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S dengan asam arsenit (H3AsO3) yang encer.
Reaksi: 2H3AsO3 (aq) + 3H2S (g) à As2S3 (koloid) + 6H2O (l)
d.       Reaksi pergantian pelarut
Contoh sol belerang dari larutan belerang dalam alkohol ditambah dengan air.
Reaksi: S + alkohol + air à S (koloid)
                Larutan S               Sol belerang
e.       Reaksi penetralan
Contoh: sol As2S3 dapat melewatkan gas H2S ke dalam larutan dingin As2O3.
Reaksi: As2O3 (aq) + 3 H2S (g) à As2S3 (koloid) + 3 H2O (l)
2.6              Koloid Dalam Kehidupan Sehari-hari
1.      Pembentukan delta pada muara sungai
2.      Mesin ginjal buatan
3.      Langit tampak berwarna biru
4.      Penjerniahan air