2.1
Sistem dispersi
Sistem dispersi adalah suatu zat
yang dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata
dari suatu zat ke dalam zat lainnya. Zat yang didispersikan disebut zat
terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan zat disebut
medium dispersi. Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.
1) Suspensi
Suspensi merupakan sistem dispersi dimana
partikel yang berukuran relatif besar tersebar merata di dalam medium
pendispersinya. Contohnya adalah jika kita mencampurkan tepung terigu dengan
air ternyata tepung terigu tidak larut meskipun campuran ini diaduk, lambat
laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi) karena adanya gaya
gravitasi bumi. Cepat lambatnya suspensi mengendap tergantung besar kecilnya
ukuran partikel zat terdispersi. Suspensi bersifat heterogen, tidak kontinu,
sehingga merupakan sistem dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih dari 100
nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan proses penyaringan (filtrasi).
2) Larutan
Larutan merupakan sistem dispersi yang
ukuran partikel-partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan
(diamati) antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi walaupun
menggunakan mikroskopis dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskopis
ultra). Tingkat ukuran partikel larutan adalah molekul dan ion-ion, sehingga
larutan merupakan campuran yang homogen dan sukar dipisahkan dengan penyaringan
dan alat sentrifuge. Semua partikelnya berdimensi kurang dari 1 nm. Larutan
sangatlah stabil, sehingga merupakan sistem satu fase.
3) Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang
keadaanya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Contohnya
yaitu lem, jeli, dan santan. Nama koloid diberikan oleh Thomas Graham pada
tahun 1861. Istilah itu berasal dari bahasa yunani, yaitu “kolla” dan “oid”.
Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti. Dalam hal ini yang dikaitkan
dengan lem adalah sifat difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi
yang rendah seperti lem. Koloid mempunyai nilai difusi yang rendah karena
partikelnya berukuran lebih besar daripada molekulnya, yaitu berukuran maksimal
1 mikrometer. Koloid secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika
diamati dengan mikroskop ultra. [artikel dimensinya antara 1 nm sampai 100 nm.
Pada umumnya relatif stabil dan heterogen sehingga mempunyai dua fase.
2.2
Jenis-Jenis Koloid
Penggolongan sistem koloid
didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersi tersebut. Koloid
yang fase terdispersinya padat di sebut sol. Istilah sol biasanya digunakan
untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol.
Koloid yang fase terdispersinya cair disebut emulsi. Istilah emulsi biasa
digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas di kenal dengan
aerosol. Koloid yang terdispersinya gas disebut buih. Campuran antara gas
dengan gas selalu bersifat homogen, jadi merupakan larutan bukan koloid.
Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair.
Berikut
Beberapa Jenis Koloid.
Fase Terdispersi
|
Medium Pendispersi
|
Jenis (nama) koloid
|
Contoh
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Mutiara, kaca warna
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat
|
Keju, mentega
|
Gas
|
Padat
|
Busa padat
|
Batu apung, kerupuk
|
Padat
|
Cair
|
Sol, gel
|
Pati dalam air, cat, jeli
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Susu, mayones, santan
|
Gas
|
Cair
|
Busa
|
Krim, pasta
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol padat
|
Debu, asap
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol cair
|
Awan, kabut
|
2.3
Sifat-sifat Koloid
Sistem koloid mempunyai sifat khas, yang
berbeda dengan sifat sistem dispersi lainnya. Beberapa sifat koloid yang khas
yaitu sebagai berikut.
1> Efek
Tyndall
Peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel
koloid disebut efek tyndall. Adanya efek tyndall dalam sistem koloid pertama
kali diamati oleh ilmuwan Inggris bernama John Tyndall (1820-1833). John
Tyndall berhasil menjelaskan mengapa langit berwarna biru. Menurut John
Tyndall, langit berwarna biru disebabkan adanya penghamburan cahaya matahari
oleh partikel koloid yang ada di udara.
Peristiwa efek tyndall tidak akan terjadi
pada larutan sejati, mengingat partikel-partikelnya terlalu kecil. Sifat efek
tyndall ini dapat dijadikan sebagai indikator suatu sistem dispersi koloid atau
bukan. Semakin besar konsentrasi partikel koloid maka semakin besar pula
intensitas cahayanya.
2> Gerak
brown
Gerak partikel koloid dengan lintasan lurus
dan arah yang aca disebut gerak brown. Gerak ini terjadi akibat adanya tumbukan
partikel-partikel pendispersi terhadap partikel terdispersi, sehingga partikel
terdispersi akan terlontar. Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel
terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lainnya dan akibatnya partikel
yang tertumbuk akan terlontar. Kejadian tersebut terulang secara terus menerus
dan itu terjadi akibat ukuran partikel terdispersi yang relatif besar dibanding
medium pendispersinya. Dengan begitu koloid relatif stabil meskipun ukurannya
relatif besar.
3> Muatan
Koloid
a. Absorpsi
Sol
Fe(OH)3 mampu mengadsorpsi ion-ion H+ sehingga sol Fe(OH)3
menjadi bermuatan positif. Sol As2S3 menjadi bermuatan
negatif. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja disebut adsorpsi atau
penyerapan sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut
absorpsi.
b. Elektroforesis
Peristiwa
penggerakan partikel koloid dalam medan magnet disebut elektroforesis. Gerakan
partikelnya dapat diamati pada sel elektroforesis. Proses elektroforesis
berguna untuk menentuka jenis muatan koloid. Peristiwa elektroforesis ini
dimanfaatkan dalam proses pemisahan potongan-potongan gen pada proses
bioteknologi dan penyaringan debu pabrik pada crobong asap yang disebut pesawat
Cottrel.
c. Koagulasi
Koagulasi
adalah penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas
sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan
sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi terjadi karena pengaruh
pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid
yang berbeda muatan atau karena elektroforesis.
Berikut
beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Perebusan
telur e.
Penjernihan air sungai
b. Pembuatan
yoghurt f.
Pembentukan delta
c. Pembuata
tahu g.
Pengolahan asap atau debu
d. Pembuatan
lateks
Peristiwa
kimia yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi, misalnya:
1. Pencampuran
koloid yeng berbeda muatan
2. Adanya
elektrolit
4> Kestabilan
koloid
Untuk menjaga kestabilan koloid dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Menghilangkan
muatan koloid
Proses
penghilangan muatan koloid dilakukan dengan proses dialisis. Proses dialisis
adalah menghilangkan muatan koloid dengan cara memasukkan koloid ke dalam
membran semipermeabel. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam
suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang
berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput semipermeabel, yaitu
selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau
molekul sederhana, tetapi menahan partikel-partikel koloid. Dengan demikian,
ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama. Salah satu pemanfaatan proses
dialisis yang penting adalah alat pencuci darah (Haemodialisis).
2. Penambahan
stabilisator koloid
Penambahan
suatu zat ke dalam suatu sistem koloid dapat meningkatkan kestabilan koloid,
misalnya emulgator dan koloid pelindung.
Emulgator
adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu emulsi (koloid cair dalam cair atau
cair daam padat) dengan tujuan untuk menjaga agar koloid tidak mudah terpisah.
Koloid
pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam sistem koloid agar menjadi
stabil.
2.4
Macam-macam Koloid
Berdasarkan
interaksi antara partikel terdispersi dengan medium pendispersinya, sistem
koloid dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Koloid
liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium
pendispersinya. Peristiwa ini disebabkan gaya tarik menarik antara
partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi yang kuat.
2. Koloid
liofob adalh sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka menarik medium pendispersinya.
Bila medium pendispersinya air koloid liofil disebut juga sebagai koloid
hidrofil, sedangkan koloid liofob disebut sebagai koloid hidrofob. Pemanfaatan
sifat hidrofob dan hidrofil terliat pada penggunaan detergen dalam proses
pencucian pakaian.
Perbandingan
Sifat Koloid Liofil dan Koloid Liofob
No
|
Sifat
|
Sol Liofil
|
Sol Liofob
|
1
|
Daya adsorpsi terhadap
medium
|
Kuat, mudah
mengadsorpsi mediumnya sehingga ukuran partikelnya dapat semakin besar
|
Tidak mengadsorpsi
mediumnya
|
2
|
Efek Tyndall
|
Kurang jelas
|
Sangt jelas
|
3
|
Viskositas
(kekentalan)
|
Lebih besar daripada
mediumnya
|
Hampir sama dengan
mediumnya
|
4
|
Koagulasi
|
Sukar terkoagulasi
|
Mudah terkoagulasi
(kurang stabil)
|
5
|
Lain-lain
|
Bersifat reversibel
(bila sudah terkoagulasi dapat dengan mudah dijadikan koloid lagi)
|
Irreversibel (bila
sudah menggumpal sukar dikoloidkan kembali)
|
6
|
contoh
|
Sabun, detergen,
agar-agar, kanji, gelatin
|
Sol logam, darah, sol
Fe(OH)3
|
2.5
Pembuatan Koloid
1. Cara
dispersi adalah pembuatan partikel koloid dari partikelkasar (suspensi) menjadi
partikel koloid.
a. Mekanik
(dispersi langsung)
Cara
ini dilakukan dengan penggerusan atau penggilingan untuk zat padat, serta
dengan pengadukan atau pengocokan untuk zat cair. Setelah diperoleh partikel
yang kehalusannya sesuai koloid, lalu didispersikan ke dalam medium
(pendispersinya0. Contoh pembuatan sol belerang.
b. Peptisasi
Cara
ini menggunakan zat kimia untuk mencegah partikel besar menjadi partikel
koloid. Partikel kasar dipecah-pecah menjadi partikel koloid dengan penambahan
suatu zat elektrolit. Contohnya adalah pencernaan makanan dengan enzim.
c. Busur
bredig
Cara
busur bredig adalah pemecahan zat padatan logam menjadi partikel koloid dengan
menggunakan arus listrik tegangan tinggi. Cara ini dilakukan dengan membuat
logam yang hendak dibuat solnya menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai
elektrode yang dicelupkan ke dalam air, kemudian diberi loncatan listrik di
antara kedua ujung kawat. Contohnya adalah pembuatan sol logam.
d. Ultrasonik
Cara
ini hampir sama dengan busur bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol logam.
Kalau busur bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara
ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di
atas 20.000 Hz. Contohnya adalah pembuatan sol logam.
2. Cara
kondensasi
Cara
kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi
partikel koloid.
a. Reaksi
redoks
Contoh
: pembuatan sol belerang dari reaksi redoks gas H2S dengan larutan
SO2.
Reaksi:
2H2S (g) + SO2 (aq) à 2H2O (l) + 3 S (koloid)
Sol
belerang
b. Reaksi
hidrolisis
Contoh:
pembuatan sol Fe(OH)3 dengan penguraian garam FeCl3 menggunakan
air mendidih.
Reaksi:
FeCl3 (aq) + 3H2O (l) à Fe(OH)3 (koloid) +
3HCl (aq)
c. Reaksi
dekomposisi rangkap
Contoh:
pembuatan sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S
dengan asam arsenit (H3AsO3) yang encer.
Reaksi:
2H3AsO3 (aq) + 3H2S (g) à As2S3
(koloid) + 6H2O (l)
d. Reaksi
pergantian pelarut
Contoh
sol belerang dari larutan belerang dalam alkohol ditambah dengan air.
Reaksi:
S + alkohol + air à S
(koloid)
Larutan S Sol belerang
e. Reaksi
penetralan
Contoh:
sol As2S3 dapat melewatkan gas H2S ke dalam
larutan dingin As2O3.
Reaksi:
As2O3 (aq) + 3 H2S (g) à As2S3
(koloid) + 3 H2O (l)
2.6
Koloid Dalam Kehidupan
Sehari-hari
1. Pembentukan
delta pada muara sungai
2. Mesin
ginjal buatan
3. Langit
tampak berwarna biru
4. Penjerniahan
air