Islam adalah nizam (aturan) hidup yang paripurna, universal, dan integral.
Tidak ada satu dimensi kehidupan pun yang tidak tersentuh oleh nilai-nilai
kebenaran ilahiah yang ada dalam Islam. Islam sendiri merupakan solusi atas
problematika kehidupan manusia, seperti demoralisasi yang saat ini
menggelembung dalam kisi-kisi kehidupan masyarakat. Tidak ada solusi yang
paling baik dan benar selain Islam untuk mengatasi dekadensi moral yang
merambah setiap dimensi: mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, hingga
kehidupan masyarakat; mulai dari dimensi politik sampai dimensi sosial-budaya;
dan mulai dari dimensi ekonomi hingga dimensi militer. Seluruhnya hanya dapat
diatasi dengan kembali berpegang teguh kepada nilai-nilai kebenaran, kebaikan,
dan keindahan Islam. Al-Qur`an menjelaskan,
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (al-Maa`idah:
50)
Dewasa ini dunia diguncang oleh gelombang demoralisasi yang dahsyat.
Demoralisasi ini semakin hari semakin merambah dan merasuki jantung kehidupan
serta—tidak ketinggalan—panggung sosial kita. Panggung ini telah diwarnai kisah
klasik pemerkosaan, perzinaan, perselingkuhan, dan drama pergaulan bebas.
Akhirnya, anak-anak tidak berdosa yang lahir tanpa ayah semakin banyak. Mereka
banyak yang telantar karena ayah mereka mengikuti “pendatang baru” (wanita
idaman lain) yang dikaguminya. Banyak problem yang berkaitan dengan dekadensi
moral lainnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perceraian, perzinaan, dan
perselingkuhan. Sepanjang tahun 1986 saja telah tercatat angka perceraian yang
diakibatkan perzinaan, yaitu mencapai angka dua persen dari 140 ribu-an kasus
perceraian di Indonesia (2.800 perceraian). Hal yang perlu diingat: jika dari
2.800-an orang yang melakukan perceraian ini, tiap lima orangnya membuahkan
seorang anak, maka dalam setahun terdapat lebih dari 500-an anak lahir akibat
perzinaan. Meskipun demikian, angka ini masih relatif kecil bila dibandingkan
dengan yang terjadi di beberapa negara. Misalnya, di Prancis, jumlah anak-anak
yang lahir tanpa kejelasan orang tua mereka mencapai 30%, Austria 50% dan di
Belgia 60% (Saksi, No.7, tahun III, hlm.24, 19 Desember 2000).
Ditambah lagi, gelombang aborsi melanda pula kehidupan sosial kita saat
ini. Hampir setiap tahun, bahkan bisa dikatakan setiap bulan, masalah aborsi
selalu mencuat menghiasi halaman-halaman media cetak kita. Iblis aborsi yang
dilakukan sebagian anak manusia ini sulit dipisahkan dengan yang namanya setan
perselingkuhan dan pergaulan bebas. Hal itu disebabkan melalui dua muara inilah
muncul saluran aborsi yang sangat deras, seolah-olah tidak mampu terbendung
oleh kantong-kantong perasaan takut akan dosa. Aborsilah yang senantiasa
menambah deretan angka dosa yang dilakukan anak Adam karena pihak keluarga
tidak mau menanggung malu dan gunjingan orang lain. Terlebih lagi hal ini
didukung oleh klinik-klinik yang telah melakukan praktik haram, seperti klinik
Hermina yang berada di kawasan Tanah Tinggi, Jakata Pusat, beberapa tahun lalu.
Begitu juga klinik lain atau rumah berkedok tempat pelayanan jasa atau
pelayaanan sosial dan kesehatan, sebagaimana yang tejadi di daerah Kelapa
Gading. Sebuah rumah telah berubah fungsi sebagai tempat melakukan praktik
haram tersebut.
Meskipun demikian, di negeri kita angka tersebut masih relatif kecil
dibanding negara-negara lain. Misalnya, di Amerika, angka aborsi mencapai 29%,
Denmark 27%, Italia 25,7%, Swedia 24,9%, dan Jepang 27%. Namun, bisa dipastikan
gerakan aborsi ini akan meningkat terus seiring bermunculannya multimedia yang
mendukung lahirnya akar permasalahan aborsi, yaitu perselingkuhan dan pergaulan
bebas.
Begitulah wajah dunia kita sekarang. Dunia yang gegap-gempita dengan ribuan
jenis demoralisasi yang mewarnai setiap dimensi kehidupan.
B. SELINGKUH: HUKUM, SEBAB, DAN DAMPAKNYA
Selingkuh identik dengan affair. Selingkuh juga bisa diartikan hubungan
intim atau penyelewengan yang dilakukan istri dengan PIL (pria idaman lain)
atau suami dengan WIL (wanita idaman lain).
Perselingkuhan yang mencapai fase berhubungan intim adalah sama dengan
perzinaan yang diharamkan dan dilarang, meskipun itu dilakukan dengan “suka
sama suka”. Masalahnya, pada sebagian negara di dunia ini, termasuk negara
kita, perselingkuhan masih belum dianggap problem yang membahayakan sebelum
berdampak langsung kepada keluarga. Beda halnya dengan pemerkosaan. Semua orang
menganggap bahwa yang disebut pemerkosaan adalah perbuatan bejat, hina, dan
amoral yang membahayakan serta membuat obyeknya mengalami depresi yang berat.
Lebih aneh jika ada suami-istri yang melegalkan perselingkuhan selama tidak
menganggu keharmonisan dan keutuhan keluarga alias saling rela.
Perselingkuhan telah mewabah dalam kehidupan sosial kita. Perselingkuhan
tidak pernah mengenal status sosial, tingkat pendidikan, taraf hidup, usia,
kelamin, ataupun profesi. Oleh karena itu, hasil penelitian yang dilakukan
“Frontier” menunjukkan bahwa 4 dari 5 eksekutif melakukan penyelewengan atau
perselingkuhan. Berbeda dengan yang dikatakan Dokter Boyke Dian Nugraha. Ia
mengakui bahwa tingkat perselingkuhan di kalangan orang bekerja lebih tinggi.
Dokter ini menyitir dari sebuah survai yang dilakukan di Jakarta, diperoleh
data bahwa 2 dari 5 wanita bekerja yang disurvai pernah terlibat perselingkuhan
sampai tahapan berhubungan intim (zina/making love). Sementara itu, di kalangan
pria bekerja didapatkan data bahwa 4 dari 5 pria yang disurvai pernah
berselingkuh hingga tahapan zina (SWA 20/XVI/5-18 Oktober 2000, hlm. 24).
Majalah SWA menuliskan sebagai berikut.
“Adri (bukan nama sebenarnya), 45 tahun, manajer bank swasta nasional di
Jalan Kebon Sirih, berputra tiga orang. Sudah lima tahun ini ia mengaku berbuat
selingkuh tanpa sepengetahuan istrinya. Pasangannya adalah teman dekatnya atau
wanita karir yang dikenalnya lewat pertemuan bisnis. Pria yang menghabiskan 2-3
juta rupiah per bulan untuk biaya selingkuh ini mengaku membutuhkan pasangan
yang serasi dan sesuai, mulai dari obrolan, penampilan, dan kebutuhannya.
Lain lagi dengan Mira (bukan nama sebenarnya), 35 tahun, periset di lembaga
riset pemasaran terkemuka, yang sedang dalam situasi kecanduan seks. Awalnya,
diakui Mira, ia dan pria pasangan intimnya—kebetulan atasannya—sering
bersama-sama bertugas ke luar kota. “Karena saking kulino dan merasa kesepian,
maka kami melakukannya.” Akhirnya, Mira merasa seks bak candu yang membuatnya
ketagihan hingga merasa perlu mempunyai dua pasangan tetap, seorang sudah
berkeluarga dan seorang lagi masih bujangan.
Masih banyak Adri dan Mira lain yang kita temukan dalam lingkungan kerja
atau bisnis di sekitar kita. Lebih-lebih bagi yang memiliki banyak uang dan
memiliki kesempatan, yang disertai lemahnya iman. Orang ini akan sangat mudah
terperangkap dalam jaring iblis perselingkuhan. Itulah gambaran perbuatan
selingkuh yang telah membudaya di kalangan eksekutif kita dan yang telah
menjadi nafas sehari-hari kehidupan sosial kita.
C. ISLAM MEMANDANG SELINGKUH
Selingkuh, baik yang masih dalam taraf coba-coba atau yang sudah sampai
tahap hubungan intim, hukumnya haram.
Islam tidak saja melarang perzinaan, melainkan lebih jauh melarang umatnya
mendekati perzinaan itu sendiri. Artinya, Islam menganjurkan umatnya untuk menjauhi
perangkap-perangkap setan sebelum perzinaan. Maka, kita dilarang memandang
wanita ajnabiah, ber-khalwat (berduaan), berjabat tangan, dan lain-lain yang
menggiring manusia ke jurang kenistaan dan kehinaan zina. Perhatikan ayat-ayat
Allah SWT dan hadits–hadits Nabi berikut ini.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah
kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan hijab ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nuur: 30-31)
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (al-Israa`: 32)
“Ya, Ali, janganlah kamu mengikuti pandangan dengan pandangan yang lain,
sesungguhnya bagimu pandangan pertama bukan pandangan yang terakhir.” (HR
Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
“Sesungguhnya pandangan itu (memandang wanita lain) adalah anak panah iblis
yang beracun. Maka, barangsiapa yang meninggalkannya karena takut pada-Ku
niscaya Aku akan menggantinya dengan keimanan yang mampu mendatangkan kelezatan
dalam hatinya.” (HR at-Thabrani)
“Setiap mata melakukan zina, dan wanita apabila memakai wewangian dan lewat
di depan majelis (tempat berkumpulnya laki-laki) niscaya ia melakukan yang
demikian dan yang demikian itu (zina).” (HR at-Tirmidzi)
“Janganlah laki-laki berduaan dengan wanita yang tidak halal baginya
kecuali dengan mahramnya, karena yang ketiga adalah setan.” (HR Ahmad dan
Syaikhan)
Beberapa ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa Islam mengajarkan
umatnya untuk menjauhi hal-hal atau langkah-langkah yang mendekati perzinaan.
Ibarat kata pepatah “gunung yang besar itu dari kerikil kecil, api besar yang
membara itu dari api kecil.” Maka, perbuatan zina itu juga lahir dari proses
yang panjang, yang terkadang sebagian orang menganggap sesuatu yang biasa,
seperti memandang, bercanda, makan malam, dan seterusnya.
Untuk jelasnya, perzinaan lahir dari sebuah proses perilaku dengan
urutan-urutan sebagai berikut.
“Pandangan akan berubah menjadi lintasan pikiran; lintasan pikiran ini akan
meningkat menjadi endapan-endapan yang melahirkan keinginan untuk menyapa,
berbicara, kemudian perjanjian dan selanjutnya kencan. Ketika hati sedang jauh
dari nilai-nilai kebenaran, maka kehendak yang melebihi kencan akan diputuskan
oleh hati yang sedang galau dan jauh dari nilai Islam. Akhirnya, apa yang
dirindukan setan akan terealisasi.”
D. SEBAB-SEBAB SELINGKUH
Secara singkat, kita dapat mengkonklusikan bahwa faktor-faktor atau
sebab-sebab yang mempengaruhi perselingkuhan ada dua macam: sebab-sebab
internal dan eksternal.
1. Sebab-sebab Internal
Petama, lemahnya iman. Keimanan seseorang merupakan benteng yang kokoh
antara dirinya dan nilai-nilai negatif yang akan mempengaruhinya. Ketika iman
tidak bekerja dalam ruang kehidupan seseorang, maka akan muncul keinginan-keinginan
dan kehendak-kehendak negatif yang akan diputuskan oleh hati yang sedang sakit.
Sabda Rasulullah saw.,
“…Ingatlah, sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging. Apabila ia
baik maka jasad (tindakan) semua akan baik, (sebaliknya) apabila ia rusak maka
seluruh jasad (tindakan) akan rusak. Itulah hati.” (HR Muslim)
Artinya, hati yang didominasi nilai keimanan dan ketakwaan akan berbanding
lurus dengan kebaikan-kebaikan yang ada. Ia tidak akan penah memutuskan
kehendak hewani, pikiran yang jorok, dan syahwat untuk menikmati hal-hal yang
diharamkan Islam.
Oleh karena itu, seorang muslim yang memiliki ketahanan iman yang kuat
niscaya akan menahan gejolak nafsu berahi di luar bingkai Islam, kapan pun dan
di mana pun. Inilah muslim yang cerdas dalam menyikapi kehidupan yang telah
digambarkan Rasul kita.
“(Siapa orang yang cerdas dan kuat itu?) Beliau menjawab, ‘Orang yang
cerdas (al-Kaiyis) itu adalah orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya dan
selalu beramal untuk hari kematiannya, sedangkan orang yang lemah adalah orang
yang mengikuti hawa nafsunya dan berandai-andai kepada Allah SWT.” (HR
at-Tirmidzi, ia berkata, ‘Hadits hasan sahih’)
Kedua, upaya coba-coba. Ada sebagian pria dan wanita yang melakukan
perselingkuhan hanya karena ingin mencobanya. Hal ini seperti yang diungkapkan
Dokter Boyke, “Dari kasus selingkuh yang terjadi, banyak yang awalnya
coba-coba, meskipun faktor kebosanan terhadap pasangan tetap ikut berperan.”
Namun, kalau kita kembali kepada masalah iman dan ketakwaan, mustahil orang
melakukan hal itu selagi cahaya iman masih memancar dalam lubuk hatinya.
Sesungguhnya, seorang muslim tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak
memberikan faedah, apalagi yang berhubungan dengan dosa-dosa besar. Rasulullah
saw. bersabda,
“Termasuk kebaikan seorang muslim apabila ia meninggalkan hal-hal yang
tidak befaedah.” (HR at-Tirmidzi)
Ketiga, ketidakcocokan dan kebosanan terhadap pasangan. Keharmonisan,
ketenteraman, dan kedamaian merupakan sesuatu yang asasi harus dimiliki oleh
sebuah rumah tangga. Hal ini ditujukan bagi suami-istri yang menginginkan
bahtera keluarga berlayar tanpa menghadapi gelombang-gelombang besar yang
membahayakan mereka.
Keharmonisan tidak akan ada jika ketidakcocokan selalu mewarnai rumah
tangga. Lebih-lebih yang berkaitan dengan visi dan misi rumah tangga atau yang
berkaitan dengan gaya hidup. Cahaya ketenteraman dan kedamaian sedikit demi
sedikit mulai redup tatkala kebosanan mulai menutupinya. Selanjutnya, kecintaan
dan kasih sayang pasti perlahan-lahan akan meninggalkan ruang keharmonisan
keluarga. Akhirnya, pasangan suami-istri ini masing-masing akan mencari suasana
baru meskipun diharamkan dalam agama. Dari sinilah mereka mulai melampiaskan
keinginan dan hasratnya ke tempat-tempat hiburan untuk menghilangkan kejenuhan dan
kebosanan yang ada dalam diri masing-masing. Maka, lahirlah gelombang
perselingkuhan dan pergaulan bebas melalui proses panjang yang diawali dengan
ketidakcocokan dan kebosanan dalam mahligai rumah tangga.
2. Sebab-sebab Eksternal
Sebab-sebab eksternal yang dominan adalah lingkungan yang kondusif untuk
melakukan selingkuh—selingan indah keluarga runtuh—serta ajakan teman yang
telah menikmati budaya perselingkuhan ini. Dokter Boyke berkomentar,
“Faktor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya penyelewengan seks
adalah lingkungan, termasuk lingkungan kerja. Pengaruh lingkungan masih sangat
kuat, seperti yang dialami oleh eksekutif wanita yang memiliki tujuh rekan
wanita, yang semuanya berselingkuh. Ia pun didorong-dorong melakukannya,
malahan kalau tidak bersedia ia dilecehkan.”
E. DAMPAK SELINGKUH
Secara garis besar, selingkuh memberikan dampak-dampak negatif sebagai
berikut:
- Budaya zina akan meningkat;
- Gelombang aborsi makin membesar;
- Angka perceraian akan meningkat;
- Keluarga berantakan;
- Anak-anak tanpa kasih sayang orang tua dan telantar; dan
- Dendam yang mengakibatkan pembunuhan kekasih gelap (PIL/WIL)
Solusi
Dari uraian di atas, kita dapat mengkonklusikan bahwa perselingkuhan yang
sedang membudaya di tengah-tengah kehidupan sosial kita ini bisa diobati
melalui solusi sebagai berikut.
- Meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan berbagai bentuk ibadah yang
terdapat dalam Islam. Selain itu, ia harus meyakini bahaya yang akan
ditimbulkan akibat perbuatan ini, yang tidak hanya berdampak kepada dirinya
sendiri. Ia pun harus takut akan ancaman Allah di akhirat kelak.
- Bergaul dengan orang-orang yang saleh.
- Untuk mengantipasi ajakan teman melakukan perbuatan haram ini, ia harus
mencari teman yang baik, teman yang mampu memberikan nilai kebaikan selama ia
bersamanya. Allah berfirman,
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia
ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (al-Kahfi: 28)
- Mencari pasangan dengan cara islami.
Adalah sebuah fenomena di kalangan wanita: ada yang lebih suka melihat
suaminya melakukan zina atau “jajan” di luar daripada berpoligami, atau ada suami
yang merelakan istrinya melakukan hubungan intim dengan orang lain. Ini adalah
fenomena yang tidak pernah tercatat dalam kamus kehidupan muslim. Tentunya,
dalam hal ini suami harus mampu menegakkan nilai keadilan atau pinsip-pinsip
dasar yang dituntut dalam berpoligami. Allah SWT berfirman,
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
(an-Nisaa`: 3)
Maka, dengan langkah-langkah seperti ini, kita berharap masyarakat semakin
bersih dari budaya-budaya negatif, mulai dari budaya pacaran, pergaulan bebas,
perselingkuhan, hingga perzinaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
NAMA :
TEMPAT TINGGAL :
KOMENTAR :